MEDIA PAKUAN – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kembali melanjutkan observasi ke Gunung Tangkil, Kabupaten Sukabumi untuk melihat tempat penemuan sejumlah benda koleksi di Museum Prabu Siliwangi. 

Pada observasi kedua ini, arkeolog BRIN dan Museum Prabu Siliwangi kembali menyesuaikan kecocokan sejumlah benda yang sebelumnya ditemukan di Gunung Tangkil. Para tim terjun melihat lokasi penemuan benda pada Selasa 29 Juli 2025. “Itu sudah dinyatakan benda-benda tersebut sebagai artefak yang disebut sebagai benda yang memiliki nilai sejarah.

Tapi kemudian pihak peneliti ini ingin melihat temuannya karena benda yang ada di museum itu sudah ada di sini,” kata pendiri Museum Prabu Siliwangi, KH Fajar Laksana, Rabu 30 Juli 2025. Tim peneliti juga menemukan gundukan serta struktur batu sepanjang 40 meter di sekitar Gunung Tangkil. Selain itu, terdapat temuan taring babi yang diduga sudah mengalami fosilisasi. 

“Survei kedua di puncak itu ada struktur batu dengan panjang 40 meter masih terkubur. Setelah dibuka sedikit, itu memanjang berarti itu boleh dinyatakan struktur batas atau struktur fondasi yang saat ini masih dalam penelitian BRIN.

Ditambah lagi ada dua gundukan batu lagi menjadi empat gundukan batu yang ada di Gunung Tangkil,” lanjutnya. Untuk mengungkap sejumlah temuan tersebut, pihaknya bersama BRIN berencana akan melakukan observasi lanjutan pada September 2025 dengan alat bantu drone.  “Kita minta awal September kita akan datang lagi ke sana untuk memfoto dari atas.

Sehingga mengetahui bentuk batuannya seperti apa karena sekarang sangat susah sekali karena hutan,” jelasnya.  Ahli Prasejarah pada BRIN Dwi Yani Yuniawati Umar mengatakan, temuan struktur batu sepanjang 40 meter harus dilakukan penelitian lebih lanjut untuk diketahui fungsinya saat zaman megalitikum.  Baca Juga: Ngantuk Berat, Pengendara Motor Nyungsep di Jalan Lingsel Sukabumi “Memang kemarin hasil survei itu kita menemukan lagi temuan serupa tapi juga ada temuan yang ada struktur-struktur batu yang memanjang kira-kira sekitar 40 meter, itu fungsinya kita masih belum tahu, tapi ada kemungkinan itu adalah pagar sebagai pembatas atau benteng. Itu perlu ditindaklanjuti,” paparnya. 

Penelitian lanjutan bukan hanya terfokus di satu titik, sebab menurutnya terdapat bebatuan di sekitar Gunung Tangkil yang berpotensi saling berhubungan.  “Kita kan belum survei secara keseluruhan, baru di lokasi itu, biasanya kalau kami melakukan survei itu tidak hanya di satu situs, tapi kenapa tadi di presentasi saya bilang itu wilayah atau kawasan, karena itu tidak selalu dari situs lokasi itu.

Tapi di sekitarnya kurang lebih dalam jarak 5km pasti ada sesuatu yang menunjang situs itu sendiri,” pungkasnya. Di sisi lain Ati mendorong supaya pemerintah daerah lebih memperhatikan adanya potensi sebagai situs cagar budaya di Gunung Tangkil sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. 

“Intinya kami ingin supaya Gunung Tangkil itu menjadi situs cagar budaya, itu bisa dikerjakan oleh Dinas Kebudayaan setempat, dalam hal ini Kabupaten Sukabumi,” jelasnya. 

Ahli Prasejarah Lingkungan BRIN Zubair Mas’ud menambahkan, selain menemukan struktur bebatuan sepanjang 40 meter, arkeolog juga menemukan pula batu yang berdiri tegak yang diduga sebagai menhir. 

“Kalau temuan untuk struktur batu kita kan melihat dari tingkatan temuan, misalnya teras 1, 2, 3, 4. Kemudian di teras keempat itu kami menemukan dua susunan batu terus di tengahnya ada batu tegak. Mungkin sebagai menhir,” ujar Zubair. 

“Kemudian temuannya yang kedua itu ada struktur memanjang kurang lebih 40 meter yang tersingkap di situ. Dia semacam fondasi tapi disusun itu di selatan. Kemungkinan itu empat sisi. Tapi yang kami temukan dan tersingkap di antara pohon itu baru di sisi selatan,” tuturnya. 

Untuk temuan taring babi, dia menjelaskan bahwa benda tersebut sudah mengalami fosilisasi karena sifatnya sudah keras. Menurutnya kawasan tersebut merupakan habitat babi sehingga ditemukan fosil taringnya.   “Dilihat dari lingkungannya juga itu bagian dari tempat hidupnya babi.

Di Gunung Tangkil kan ada lembah, sungai, kebetulan juga pas kami ke teras keempat itu ada babi makan,” tuturnya.  “Apakah itu fosilisasi taring babi itu babi endemik atau yang sekarang, itu butuh penelitian lagi setidaknya kami mendapatkan satu buah spesimen gigi babi,” pungkasnya.  Sementara itu Ali Akbar selaku Arkeolog Universitas Indonesia (UI) menilai, Gunung Tangkil cukup menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Sebab, banyak bebatuan yang diduga sudah ada sejak zaman megalitikum. 

Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Cagar Budaya nomor 11 tahun 2010, letak Gunung Tangkil yang berada di tepi laut menambahkan keunikannya untuk dijadikan situs cagar budaya.  “Yang menarik dari situs Gunung Tangkil itu dia letaknya di tepi laut. Rata-rata situs megalitik itu di ketinggian sehingga dia memiliki keunikan.

Kalau di Undang-Undang Cagar Budaya nomor 11 tahun 2010 itu struktur bisa diajukan sebagai cagar budaya ketika misalnya langka jenisnya, unik bentuknya dan sebagainya. Ini bisa diajukan, sangat jarang yang struktur megalitik di tepi laut. Kalau kita di situs megalitik itu kita bisa lihat pantai dengan sangat jelas,” jelasnya.***